Rabu, 06 Maret 2013

PANDANGAN HIDUP ORANG MANDAR

Setiap manusia, bangsa, atau komunitas pasti memiliki sebuah cara pandang terhadap hidup dan kehidupan yang terkait dengan upayanya untuk merealisasikan cita-cita, tujuan, dan harapannya kedepan. Tanpa pandangan hidup yang diyakini benar dan menjadi batu penjuru, maka manusia, bangsa dan komunitas itu akan seperti tengkorak hidup yang berjalan kesana-kemari tanpa arah, atau hidupnya hampa, tak bermakna. Bangsa Indonesia mempunyai pandangan hidup Pancasila yang merupakan sumber pokok dalam merumuskan Undang-undang Dasar 45 yang berisi cita-cita, tujun bangsa dan negara, serta cara mengelola pemerintahan yang baik dan benar.


Suku Mandar sebagai sebuah etnik dan komunitas tentu juga mempunyai pandangan hidup yang telah mentradisi dan diamalkan secara turun temurun sejak lama. Dan semua itu tercatat secara lisan maupun tulisan dalm lontara yang disebut Pappasanna, Rapanna, atau Pau-paunna Todiolo. Sebelum membahas lebih lanjut tentang pandangan hidup orang Mandar, perlu diketahui bahwa pandangan hidup itu terdiri atas tiga macam, yakni pandangan hidup yang berasal dari agama. Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada bangsa, dan etnik tersebut. Pandangan hidup hasil renungan orang secara pribadi yang dapat juga disebut filsafat hidup.


Namun apapun konteksnya, secara filosofis, sosial, antropologi dan agama, setiap pandangan hidup akan selalu terhubung dan dipengruhi oleh aspek-aspek spritual dan material yang khas dari masyarakatnya. Jika sebuah bangsa lebih mengutamakan aspek spritual maka setiap visi yang lahir darinya akan selalu dipulangkan pada pertanyaan tentang siapa, dimana, dan akan kemana manusia pergi?. Dus, prinsip hidupnya adalah hidup untuk mati lalu bertemu dengan sang Maha Pencipta. Dunia dan seisinya hanyalah sarana dan modal untuk menggapai kebahagiaan yang hakiki di dunia sana. Bila pandangan hidup dilandasi oleh aspek material yang lebih dominan, maka pertanyaan tentang hari akhir adalah absurd dan tak masuk akal, agama dan segala yang berbau spritual dan idealistik hanyalah akibat dari perubahan materi saja. prinsipnya hidup untuk hidup. Maka yang menggejala dan jadi pujaan masyarakat itu adalah rasionalitas, sekularisme dan positivisme.


Orang Mandar sejak dulu dalam berpandangan hidup selalu didominasi oleh aspek kejiwaan dan percaya pada aspek yang supra natural dan metafisika. Bahkan orang Mandar dimasa pra Islam yang animis begitu percaya bahwa hidup ini hanyalah perantara untuk sampai pada alam yang sesungguhnya dimana terdapat kebahagian yang hakiki. Itulah sebabnya ketika Todilaling, raja Balanipa pertama mangkat, banyak pengikut dan hambanya yang mau turut serta bersamanya bak bertamasya ke alam yang dijanjikan. Karena mereka meyakini betul bahwa ada kehidupan yang lebih indah dan pasti setelah dunia ini. Namun dalam aspek tertentu orang Mandar juga mengidealkan hidup untuk mendapat hal yang bersifat materi sebagai sarana dan bekal untuk akhir nanti seperti lontar mengatakan : Ada empat jalan yang padanya tidak boleh menempatkan sesuatu yang akan menggigit, menanduk dan menendang, jalan menuju ke sungai, jalan menuju ketempat menumbuk padi, jalan menuju ke pasar, dan jalan menuju kekampung. Disini terlihat jelas adanya prinsip pasar bebas dalam arti orang Mandar mengapresiai upaya orang untuk mencari nafkah dan kehidupannya, sehingga dirasa perlu untuk mengatur pelanggaran terhadpnya. ini adalah sebuah nilai.


Bahkan kita dapat juga mengungkap bukti betapa orang Mandar bukan saja memetingkan hal yang material-ekonomis, namun orang Mandar juga memberi nilai lebih pada hal yang bersifat intelektual dan artistik. Ini terbaca dalm sebuah lontar yang berbunyi : Ada empat hal yang menjadi sifa/persyaratan suatu negri, 1. dukun/tabib, 2. guru, 3. cendekiawan, 4. pedagang. Dalam lontar lain dikatakan : Ada empat hal yang memberi pertanda bahwa negeri itu bersemangat dan dinamis. 1. ada orang tua atau orang yang dituakan, 2. bagus hubungan pergaulan dalm rumpun famili, 3. ada tanam-tanaman, 4. ada bunyia-bunyian /kesenian seperti gendang, keke, suling, seniman cilik, dan kicauan burung. Tampak jelaslah behwa orang Mandar sejak jaman lontara sudah memberi tempat yang tinggi pada seorang cendekiawan yang olehnya telah banyak melahirkan para to manarang di tanah Mandar dari dulu sampai kini. Khusus mengenai peran seniman, di Mandar bahkan sedari kecil orang telah didiidik dan dibina untuk menjadi seniman, dengan memasukkannya dalam sekolah tari, musik, dan sastra ala istana Mandar.


Seperti yang telah dikatakan diatas, ada tiga macam pandangan hidup, termasuk renungan pribadi orang perorang, namun sejauh yang penulis pantau, pandangan hidup yang disampaikan oleh tokoh2 dan pemimpin Mandar tetaplah juga dilandasai dan bersumber dari adat, budaya dan lontara orang Mandar awal yang telah begitu menghujam di hati sanubari mereka. Seperti kita tahu ada intisari pandangan hidup yang mulia dari orang Mandar yang kini telah jadi motto Provinsi Sulbar, yakni ' Malaqbi '. Ini pertama kali dicetuskan dan dipopulerkan oleh salah seorang pelopor dan pejuang Sulbar sekaligus seorang penyair berkaliber nasional bahkan internasional dari Mandar, Husni Jamaluddin. Penjelasan dan makna yang lebih jauh dari konsep Malaqbi ini telah disampaikan oleh salah seorang tokoh pejuang, pendidik dan agama di Mandar , Prof. Rahman Halim : Malaqbiq itu setidaknya ada enam kriteria: “buttu tandiraqbai” atau supremasi hukum; “manuq tandipisissiq” atau demokrasi bahwa semua orang bisa memberi pendapat, egaliter, tidak mengenal konsep bahwa pemimpin harus keturunan “tomanurung”; “deaq tandicupaq” atau pemerataan ekonomi, kita orang Mandar bersaudara tidak lagi “sirekengang” (hitung-hitungan, red.); dalam hukum harus ada kepastian atau dikenal dengan istilah “karra-arrang tandirappai”; tidak boleh berpisah “mata malotong anna mata mapute”, itu konsep persatuan; dan “wai tandipolong” atau “batu tanditemaq”, itu konsep ketuhanan. Itu bahasa yang sangat luhur, itulah ke-malaqbiang.”


Dan jelaslah bahwa pandangan hidup orang Mandar yang terangkum dalam ucapan, ungkapan, kalin'dada. lontar, pandangan pribadi tokoh dan pemimpin dsb, adalah pandangan hidup yang seimbang antara aspek lahir dan batinia, spritual dan material, agama dan duniawi. Orang Mandar adalah manusia2 moderat yang demokratis, dan agamis. Tidak ekrim dan tidak juga lunak, serba malaqbi tingkah lakunya seperti malaqbinya penari Pattu'du yang tenang, kalem dan lembut, harmonis dan selaras gerak-gerik tubuh dan batinnya. Selalu lebih mementingkan orang banyak, kemuliaan dan kebesaran masyarakat seperti yang dikatakan peletak dasar hidup demokratis dan berkeadilan di Mandar, Todilaling '' Patondo saliwangi baromu, Patondo tamai barona to mae'di. Salam Malqbi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar