Senin, 11 Maret 2013

Orang Itu Abah, yang Pernah Muncul Dalam Mimpiku Sempat kaget, ketika siang kemarin, aku dikejutkan dari tidurku, oleh dering telpon yang mengantarkan sebuah berita duka. Kiranya sebuah kabar terbetik dari mulut Abangku. “Kau kenal Abah? Abah meninggal pada 5 Juli lalu,” katanya dengan pelan-pelan sekali. Blank…. Aku sempat kaget diam dan sontak menyerukan salam hormat kepada Tuhan yang telah menciptakan manusia, “Innalillah,” seruku. Abah, Abah. Siapa Abah ini? Ini bukan Abah kandungku. Ini Abah yang lain, yang, entah, aku sendiri mungkin sukar menjelaskannya. Abah, aku yakin, selama hidupnya di dunia, dia baru sekali bertemu denganku. Dan aku juga begitu. Lantas kenapa aku merasa kehilangan? Ceritanya dimulai ketika moment sekali dalam hidupku itu dimulai. Suatu hari, seusai mentas teater di kampusku, Abangku mengajak jalan dan bertemu dengan seseorang. Alaihai, seseorang? Pikirku? Selama diperjalanan, di dalam taksi dia menceritakan nit dan tujuan serta siapa orang yang akan kami temui itu. Dia tak lain adalah Abah. (yang aku sendiri baru sekali bertemu). Singkat cerita, Abangku telah memperkenalkan Abah kepadaku, hingga pada akhirnya, kami benar-benar sampai di depan pintu rumahnya di kawasan Daan Mogot (?). Empat orang, salah satunya bergamis putih-putih duduk diberanda depan rumah dengan arsitektur klasik itu. Dengan janggut dan senyum, keempat orang tersebut memberikan salam kepada kami yang baru saja tiba di sana. Abah, aku kira, orang yang berbaju putih-putih itu adalah orang yang dimaksud. Namun tatkala akhirnya muncul seseorang dari dalam rumah, dengan postur tubuh yang besar, janggut terurai, rambut panjang, gamis serta harum wewangian yang sudah lama tak kuhirup akhirnya menghampiri kami. Orang tua itu, meski sudah tua, rambut putih tumbuh di mana-mana, namun masih terlihat segar saja. Kuat dan terkesan kokoh, layaknya batang pohon yang masih hijau. Dengan ramah, dia memeluk Abangku, kemudian tiba giliranku. Dia Tanya siapa namaku dan langsung tertawa-tawa. (memang ada yang aneh dengan namaku Bah?) Orang itu bijak sekali, tuturnya teratur, setiap kalimat seolah sudah dipilih dan dipilin sebelumnya. Seolah dia tengah membaca sebuah teks, sebuah narasi yang ada di kepalaku. Dengan takzim kuiikuti setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Dia tidak sedang berdakwah, bagiku, ketika itu dia sedang mencoba mengajarkan sesuatu. Si Abah ini tiba-tiba berlaih kepadaku. Mungkin dia risih dengan tatapan mataku yang selalu memandangnya heran. Diam sebentar, kemudian dia Tanya padaku, “Tuah, Sudah lama tak pulang yah?” Pertanyaan apa pula ini? pikirku. Kujawab saja, “Baru pulang Bah, Lebaran kemaren,” kataku. Dengan senyum dikulum dia menggelengkan kepalanya, seperti masih menunggu jawaban lain yang akan kuberikan. Tenggorokanku tercekat oleh tatapan matanya yang luar biasa. Lalu kucoba pantas-pantasin wajahnya dengan sesosok foto yang pernah kulihat di buku sejarah, :KAHAR MUZAKAR. Entahlah, tak ada yang mirip. Mungkin karena dia sudah tua, atau bagaimana. Tapi yang jelas dia tak mirip Kahar, Legenda dari Sulawesi itu. Pengalaman itu selindap saja hadir, dalam lembaran hidup. Sebagai sebuah pengalaman, yang boleh jadi aku bisa bertemu dengannya suatu hari kelak dan membunuh penasaranku sambil menanyakan langsung padanya, “Abah ini Kahar Muzakkar?” Tiba-tiba, suatu hari di bulan April, terbetik kabar dari Cinere. Dimana janda Kahar Muzakar, Mami Susana Corry Van Stenus menghembuskan nafas terakhir. Dan lagi-lagi penasaran itu muncul lagi, sebab dari Situs Berita Rakyat Merdeka kubaca orang yang bernama Syamsuri Abdul Madjid alias Syekh Imam Muhammad Al Mahdi Abdullah hadir di sana dan ikut turun ke liang lahat mengantarkan jenazah Mami ke peristirahatan yang terakhir. Entahlah, siapa tahu. Sekarang si Abah sudah tiada. Aku memang tak sempat bertanya padanya mengenai sejarahnya dan identitasnya. Tapi menurutku itu tak penting. Aku bisa saja menganggap Abah siapapun. Tapi yang jelas, Abah itu orang yang penuh charisma. Abah, entah siapapun kau, aku lebih suka kenal kau sebagai Abah. Dan aku beruntung, pernah bertemu dengan orang sepertimu Bah. Aku akan “pulang ke rumah”, seperti saranmu dalam mimpiku. Semoga tanah menerimamu dengan tulus. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar